Konsep partikel Tuhan pertama muncul ketika fisikawan merampungkan penyusunan teori yang menjelaskan tentang sifat seluruh materi di dunia. Jerih ribuan fisikawan yang bekerja selama puluhan tahun sampai pada sebuah teori yang disebut model partikel standar.
Model ini menyebutkan, jika benda dihancurkan hingga ukuran terkecil, akan terdapat 16 partikel elementer. Beberapa partikel mendasar ini--misalkan elektron, foton, dan quark--sudah cukup populer di telinga. Sedangkan partikel lain, meski kalah populer, tetap menjadi fondasi paling dasar sebagai penyusun seluruh materi. Eksperimen selama empat dekade setelahnya mengkonfirmasi keberadaan 16 partikel ini.
Meski mampu menerangi dunia fisika partikel, model standar menyisakan awan kelabu yang menggelayut di langit. Partikel proton dan neutron yang berada di inti atom ternyata tersusun oleh kombinasi varian partikel quark yang senantiasa bergerak. Berdasarkan persamaan E = Mc2, yang digagas Albert Einstein, energi ini setara dengan besar massa tertentu. Fisikawan berharap seluruh massa inti atom disumbangkan oleh energi quark tersebut.
Namun kenyataannya tidak demikian. Eksperimen menunjukkan bahwa energi quark masih terlalu kecil sehingga hanya menyumbang 5 persen dari massa atom. Sedangkan 95 persen sisa massa hilang tak tentu rimbanya. Bagaimana mungkin model partikel paling sakti gagal menjelaskan keberadaan massa di inti atom?
Menurut fisikawan partikel dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, L.T. Handoko, massa yang tak terungkap ini menimbulkan guncangan besar bagi fisikawan. "Ini bolong besar dalam model partikel standar," ujar Handoko kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Tiga kelompok fisikawan partikel secara terpisah mencari pemecahan masalah ini pada paruh awal 1960-an. Mereka memunculkan solusi yang melibatkan medan seragam di seluruh alam semesta bernama medan Higgs. Partikel yang bergerak di medan tersebut akan melambat, seolah mengumpulkan massa, sekaligus menghasilkan partikel Higgs Boson yang berukuran sangat kecil, yaitu 10-18 meter atau satu triliun kali lebih kecil ketimbang rambut manusia.
Selama tiga tahun beroperasi, LHC belum menemukan bukti keberadaan partikel Higgs. Target Direktur Jenderal CERN, yang menyatakan 2012 sebagai masa pembuktian keberadaan partikel Tuhan, bisa saja tercapai. Namun Handoko mengingatkan, jika partikel Tuhan benar-benar ada, seharusnya partikel elementer ini sudah ditemukan di mesin Tevatron. "Semua tempat persembunyian sudah diperiksa, tapi partikel Tuhan tak kunjung ditemukan. Saya pesimistis partikel itu ada," kata dia.
Juli lalu, CERN sempat mengumumkan bahwa partikel Higgs mungkin ditemukan pada massa 120-140 GeV. Sedangkan pada September lalu Compact Muon Solenoid, salah satu detektor LHC, mengindikasikan partikel Higgs memang ada. Namun temuan tersebut belum sampai pada kesimpulan akhir akan eksistensi partikel Tuhan.
Meski belum mencapai keberhasilan, semangat fisikawan CERN tak pernah surut. Suharyo Sumowidagdo, fisikawan Indonesia satu-satunya yang terlibat dalam eksperimen LHC, kepada Tempo, Sabtu lalu, menyatakan ratusan fisikawan terus menanti kemunculan partikel Tuhan dari bilik Compact Muon Selenoid milik LHC yang mampu mengamati peristiwa tabrakan berenergi paling tinggi yang bisa diciptakan manusia. "Semangat kami masih menggebu-gebu," ujar Haryo (tunggu sosok dan wawancara dengan Suharyo pada Koran Tempo edisi besok).
Jika partikel Tuhan benar-benar ada, fisikawan berhasil mengumpulkan kepingan terakhir dalam model partikel standar. Namun pekerjaan tak akan berhenti di sana. Dalam beberapa tahun berikutnya, percobaan terus diulang untuk mencari tahu karakteristik penting partikel Tuhan, yaitu massanya. Untuk itu, diperlukan sekurang-kurangnya 1 miliar peristiwa tabrakan atau setara dengan 5 tahun waktu operasional.
Sebaliknya, jika partikel Tuhan tak ada, fisikawan teori sudah menyiapkan berbagai konsep yang mampu menjelaskan balok dasar alam semesta. Menurut Handoko, beberapa teori yang siap menjadi alternatif adalah teori dimensi ekstra dan teori technicolor. Teori alternatif ini pun membutuhkan eksperimen terpisah untuk membuktikan kebenarannya.
CERN, sebagai laboratorium tunggal yang bisa menyibak misteri massa yang hilang, merasa memiliki senjata terbaik untuk memburu partikel Tuhan. "Fisikawan sampai di tepi ketidaktahuan. Kini semuanya adalah fisika baru," ujar fisikawan CERN, Guido Tonelli, kepada Dailymail.
Gagal di Laboratorium Fermilab
Untuk menemukan partikel Tuhan yang mini, fisikawan harus menabrakkan partikel subatomik pada tingkat energi paling tinggi, 100-200 GeV (Giga elektron-volt). Upaya investigasi ilmiah pernah dilakukan selama tiga dekade oleh mesin Tevatron di Fermilab, Amerika Serikat, yang memiliki energi hingga 200 GeV. Namun, hingga mesin pemercepat partikel ini ditutup untuk selamanya pada September tahun lalu, partikel Higgs masih bertahan di tempat persembunyiannya.
Upaya pencarian partikel Higgs kini hanya dilakukan oleh Laboratorium CERN. Sejak 2008, laboratorium ini mengoperasikan mesin pemercepat partikel terbesar yang pernah dibangun manusia, terkubur sedalam 175 meter di bawah tanah perbatasan Swiss dan Prancis. Mesin tersebut bernama Large Hadron Collider (LHC), yang bekerja menabrakkan proton dan antiproton hingga energi 14 TeV atau 70 kali lebih tinggi dibanding Tevatron milik Fermilab.
LHC merupakan laboratorium satu-satunya yang bisa menguji keberadaan partikel Tuhan. Karena itu, pendanaan pembangunan laboratorium dilakukan bersama oleh konsorsium banyak negara. Pada eksperimen ini, proton yang diputar dalam lorong magnet dengan keliling 27 kilometer lalu ditabrakkan di ruang penghancur dan dipantau dengan detektor canggih. Tabrakan dahsyat bisa menghasilkan kepingan partikel terkecil, termasuk partikel Tuhan.
Sekali menabrakkan partikel, LHC menghasilkan banyak pecahan. "Jumlahnya pecahan tak hingga sehingga data tak mungkin disimpan, harus diolah seketika," kata L.T. Handoko, fisikawan partikel dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Karena itu, CERN menyiapkan komputer supercanggih yang mengerjakan tugas berat ini.
Dari sinilah CERN kembali membuktikan bahwa eksperimen mendasar juga berimbas pada pengembangan sistem komputasi grid berskala besar. Pada 1980, CERN juga menjadi pelopor dalam pengembangan jaringan Internet pertama di dunia.
» Kontak : Laksana Tri Handoko
0 komentar:
Posting Komentar